2021 akan saya kenang sebagai tahun dimana bekerja dan sekolah dari rumah itu berkah. Dirumah saja dan gak pergi naik public transport (bus, kereta api, pesawat terbang, dsb) adalah sesuatu yang saya syukuri. Tahun dimana “doing nothing” itu dimaklumi (thanks to my family :D). Setelah weekdays saya berkutat dengan kerjaan di rumah, maka weekend adalah masa saya bermalas-malasan. Jangankan melakukan aktivitas, berpikir saja saya malas. Saya hanya pengen sepedahan, browsing, baca buku (kalau mood), nonton film (thanks Netflix) dan tentunya makan enak (thanks GoFood). Dan karena “doing nothing” maka hasilnya adalah kertas gambar saya masih banyak, marker & cat saya banyak yang kering, shutter-count di kamera jg gak nambah. Jadi ya gak heran, kalau di blog/website (termasuk Instagram) saya gak ada feeds baru, karena memang gak banyak tulisan, gambar, foto atau video yang bisa saya share.
Bagi saya, melewati 2021 itu ibarat naik roller-coaster. Perjalanan yang menanjak tinggi dan pelan dilanjutkan turunan yang tajam dan melaju kencang. Kemudian tiba-tiba berbelok, meliuk, berputar, dan tetap membuat detak jantung berdegup kencang. Ingat kan masa Juni, Juli dan Agustus saat varian Delta menggila. Tahun kecemasan, kekhawatiran dan sekaligus harapan. Harapan sederhana untuk tetap sehat, waras dan bahagia. Terima kasih 2021.
“The Art of Doing Nothing” sudah saya lakukan dengan baik di 2021. Dengan hasilnya adalah health, skill dan influence saya ya gini-gini aja. Tulisan ini adalah rangkuman apa yang saya alami di 2021, dimana saya abai alias cuek dengan health, skill & influence. Tanpa kesehatan (fisik dan mental tentunya), maka saya tidak mungkin berkarya dan menghasilkan karya. Tanpa upgrade skill, ya saya tidak akan memberikan added-value. Tanpa influence, ya jadinya impact dan value saya akan disitu-situ aja. Semoga saya bisa upgrade “health, skill dan influence”.
Semoga di 2022 dan seterusnya, saya bisa lebih “migunani tumraping liyan” atau “khairunnas anfa’uhum linnas”.
Bismillahirrahmanirrahim.
