Tanpa terasa hari ini sudah 13 tahun kami menjalani kehidupan berumah tangga. 13 tahun yang lalu kami memulai sebuah perjalanan panjang yang penuh komitmen, diawali dengan sebuah akad. Akad yang menurut KBBI berarti janji atau kontrak. Janji untuk ijab (serah, menyerahkan) dan kabul (terima, menerima). Menyerahkan diri dan ego pribadi dan juga menerima apa adanya pasangan hidup kita untuk mencapai tujuan bersama. Proses pengakuan dan pembuktian atas kemandirian hidup dimulai saat akad nikah dilakukan. Tunai sudah kewajiban bapak dan ibu kita dalam merawat, membesarkan dan membimbing anak-anaknya. Perjalanan yang tidak mudah kemudian terbentang di depan mata dan harus kita jalani bersama. Perjalanan yang saya coba umpamakan dengan ilustrasi pesawat terbang, warna merah dan putih.
Pernikahan, menurut saya, adalah sebuah perjalanan panjang yang kita tidak tahu dimana ujungnya dan berakhir seperti apa. Jika kita ibaratkan sebuah pesawat terbang, kita tahu kapan saat take-off namun kita tidak akan tahu dimana tujuan akhir yang membuat kita untuk landing, termasuk apakah bakal soft landing atau hard landing. Angkasa yang maha luas laksana kehidupan kita. Walau terlihat tenang dan bersih tanpa awan, bukan jaminan yang akan membuat penerbangan berlangsung mulus. Saat di ketinggian jelajah ideal pun kadang tercipta turbulance. Goncangan-goncangan kecil maupun besar akan terjadi sebagai akibat adanya turbulance. Jika pesawat nekat menerobos turbulance maka goncangan besar akan terjadi namun secepatnya pesawat akan mencapai kondisi bebas gangguan. Jika pesawat menghindari turbulance dan memilih jalan memutar, mungkin goncangan kecil akan terjadi dan bisa berlangsung cukup lama. Semuanya akan tergantung keputusan pilot dan co-pilot. Informasi navigasi, cuaca, panduan dari darat, insting, kondisi penumpang, kondisi pesawat merupakan acuan dalam mengambil keputusan. Layaknya perjalanan, pasti akan mempunyai suatu tujuan akhir. Masing-masing pasangan pun mempunyai tujuan akhir yang berbeda dalam pernikahan mereka. Banyak juga yang gagal mencapai tujuan yang disepakati dan pada akhirnya memaksa mereka melakukan pendaratan darurat, berganti pesawat plus ganti pilot/co-pilot.
Warna merah sebagai background artwork ini berarti keberanian. Pernikahan tidak hanya membutuhkan pemikiran panjang dalam memutuskan, namun juga keberanian. Jika masih ragu-ragu, lebih baik jangan menikah dulu. Butuh keberanian dalam banyak hal. Berani mengakui bahwa kita berbeda dengan pasangan dan tidak mungkin untuk disamakan adalah langkah awal. Berani dalam mengambil keputusan, berani dalam menekan ego, berani menerima kekurangan pasangan dan mengakui kekurangan sendiri, berani meminta maaf jika salah dan memaafkan pasangan jika berbuat salah, berani untuk berkorban baik materi maupun non-materi. Berani menghadapi permasalahan dan mencari solusi serta mengatasi rasa takut.
Warna putih sebagai latar depan bisa berarti menggambarkan kesucian. Anda pasti berharap bahasan warna putih ini melambangkan niat suci dalam membina dan membangun rumah tangga. Ya nggak salah juga sih kalau anda menebak seperti itu, tapi kok ya normatif banget ya…hehehe. Bagi saya warna ini lebih menekankan pada kondisi apa adanya. Aslinya kita. Jujur. Jujur pada diri sendiri, kepada pasangan dan kepada keluarga kita. Just to be yourself. Tidak perlu juga jaga-image berlebihan. Atau demi pencitraan, kita mengingkari dan membohongi kondisi kita sebenarnya. Warna putih ini juga akan menjadi dasar yang bagus untuk segala macam warna yang kita inginkan. Tidak perlu “ngoyo” untuk tampil dengan warna tertentu. Untuk merubah warna memerlukan proses yang tidak singkat dan bisa jadi tidak murah. Warna putih ini akan terlihat kontras dibanding warna merah dan menjadi paduan yang saling melengkapi.
Tafsir tiap orang bisa berbeda mengenai pernikahan. Bahkan apa yang saya sendiri rasakan pun juga bisa berbeda. Apa yang saya rasakan dan maknai saat ini, bisa berbeda dengan 5 tahun lalu atau 5 tahun yang akan datang. Semoga perjalanan panjang ini tetap bisa kami nikmati dalam suka dan bahagia, baik bagi keluarga kecil dan keluarga besar kami. Jika dalam perjalanan ini terdapat duka dan lara, semoga makin membuat kami bersyukur menjalaninya. Semoga perjalanan kami ini dicatat sebagai ibadah kami kepada Allah SWT dan selalu mendapat hidayah-Nya. Semoga perjalanan ini memberikan kami banyak pelajaran dan kami bisa mengambil hikmah di segala kejadian. Dan pada akhirnya, semoga perjalanan ini juga “migunani tumraping liyan”.
Matur suwun.